Menurut Qi Manteb Sari (2015), bahwa orang yang sehat walafiat (seger oger) adalah orang yang mempunyai fisik, pikiran dan hati yang sehat dan baik (Wiraga-Wiweka-Wirasa). Sebagai pusat kendali dari keseluruhan tubuh manusia adalah otak. Dalam hal ini otaklah yang memproses semua kegiatan intelektual, seperti kemampuan berpikir, menalarkan, mengingatkan diri agar tetap sehat, menyimpan ingatan untuk sesuatu yang telah lewat, membayangkan, serta merencanakan masa depan. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu. Seandainya jantung atau paru-paru berhenti bekerja selama beberapa menit, kita masih bisa bertahan hidup. Namun jika otak berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh akan mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh organ di tubuh manusia(Ratnani 2009).
Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (world health organisation) menyebutkan sehat itu dalam keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. Sehat suatu keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial. Hal ini yang mendasari mendukung pengobatan tradisional sebagai primary health care atau perawatan kesehatan yang utama (dalam Tjandra. 2015:7). Pemerintah Indonesia pun berkomitmen untuk mendukung dan melindungi pengobatan komplementer dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah RI No. 72, tahun 1998 pada pasal 57 poin C, melaksanakan penelitian dan pengembangan produksi sediaan farmasi obat tradisional. Pasal 60 poin C, meningkatkan pemanfaatan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sebagai upaya kesehatan mandiri (Yuliana. 2013:vii). Selanjutnya diterbitkan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 disebutkan pengobatan tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan dan bahan mineral sebagai sediaan sarian atau campuran dari bahan tersebut secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pada pasal 47 tentang upaya kesehatan diselenggarakan dalam kuratif dan rehabilitasi yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. (Kemenkes.2013:2). Komitment dan dukungan Pemerintah RI ini sangat sesuai, mengingat potensi bangsa Indonesia dengan sumber daya alam hayati yang berlimpah, lebih-lebih dengan adanya beragam budaya yang dimiliki. Potensi inilah yang mendukung adanya sistem pengobatan tradisional atau komplementer yang sangat diminati oleh masyarakat, dan merupakan salah satu pilihan dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Di Bali ada beberapa pelayanan terapi pengobatan komplementer yang berkembang, salah satunya adalah Pengobatan komplementer Usada Taru Pramana. Sistem pengobatan komplementer / holistik yang diterapkan disini dengan 6 (enam) jalan menuju sehat yang disebut Saddi Usada yaitu dengan jalan Craddha (keyakinan akan kesembuhan), Bhakti (taqua kepada yang diyakini), Yoga (olah fisik), Bratha (diet yang tepat), Tapa (istirahat yang cukup) dan Tamba (obat dari alam). Dalam observasi awal bahwa banyak pasien yang datang mengalami masalah penurunan daya ingat (pikun).
itulah sebabnya sistem pengobatan atau terapi komplementer di Usada Taru Pramana menerapkan Saddi Usada yaitu enam jalan menuju sehat. Kami siap sebagai penyambung atau perpanjangan tangan dari hyang menuntun kami. Anda sehat kamipun senang.