Agama Hindu atau hinduisme dikenal dengan nama Sanatana Dharma dan Waidika Dharma. Sanatana Dharma artinya agama abadi, karena ia sama tuanya dengan umur alam itu sendiri. Waidika Dharma artinya agama dari Weda, dimana Weda merupakan naskah-naskah yang mendasari Hinduisme (Sivananda, 1996:2). Lebih lanjut Sivananda menjelaskan, Weda merupakan kebenaran abadi yang diwahyukan Tuhan jaman dahulu kala kepada para rsi agung di India.
Weda dibagi atas Kita Weda Sruti (wahyu yang didengar langsung ditulis) Weda Smriti(wahyu yang ditulis berdasarkan ingatan dan sering dengan diberi ulasan atau tafsir bilamana diperlukan). Kitab Weda Sruti yang ditulis langsung berdasarkan pendengaran para yogi atas wahyu yang diterimanya dari Tuhan, terbagi atas 3 kelompok besar, yaitu kelompok Kitab Mantra, Brahmana, dan Upanisad. Masing-masing kelompok besar ini terbagi lagi atas sub-kelompok . Kitab Suci Weda Sruti Mantra terbagi pula atas 4 sub-kelompok, yakni Kitab Reg Weda, YajurWeda, Sama Weda dan Atharwa Weda yang dikenal dengan Catur Weda. Demikian pula halnya dengan Kitab Suci Weda Smriti, kitab suci yang ditulis dengan ingatan para yogi atas wahyu yang diterimanya dari Tuhan, kitab suci ini terbagi atas 2 kelompok yakni kelompok Wedangga dan Upaweda, Wedangga terdiri 6 sub-kelompok yang terkenal dengan Sad Wedangga yaitu Siksha, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisha dan Kalpa. Sedangkan kelompok Kitab Upaweda dibagi atas beberapa sub-kelompok yang terdiri atas kitab Itihasa, Purana, Arthasastra, Ayurweda, Gandarwaweda, Dhanurweda, Silphasastra, Kamasastra, Agama dan banyak lagi yang lain (Nala, 2001:2-4). Disebutkan bahwa kitab ayurveda bagian dari kelompok kitab Upaveda, sedangkan kitab Upaveda termasuk dalam kelompok kitab suci Veda Smerti (Nala 2002:2). Kitab ayurveda ini sebagai cikal bakalnya Usada Bali.
Hindu sendiri telah lama mengenal adanya pengobatan dengan meperankan obat-obatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuh-tumbuhan. Sistem pengobatan itu bersumber dari Ayurweda. Ayurveda terdiri dari kata ayur atau ayus yang berarti hidup, vitalitas, kesehatan, atau lanjut usia, sedangkan veda artinya adalah ilmu pengetahuan. Sehingga ayurveda dapat diartikan suatu ilmu pengetahuan tentang upaya manusia agar dapat sehat sampai usia lanjut (Nala 2002:2). Bahkan, kebanyakan pengetahuan pengobatan yang ada di Bali yang ditulis dalam Lontar Usada berasal dari kitab Ayurweda. Yang banyak dibukukan dalam Lontar–Lontar Usada yang memuat peranan tumbuh-tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit, baik itu penyakit di wilayah kepala, badan, maupun di bagian kaki (Nala, 1993:26), (Nala. 2001:5). Konsep sehat dan sakit dalam ilmu kitab suci ayurveda dari Upadewa bahwa ditubuh manusia ada 3 buah element yang disebut tri dosha, yaitu vayu atau udara (Vata), panas atau api atau sinar (pitta) dan cairan atau larutan (Kapha) (Nala1993: 33).
Di Bali sendiri memiliki literatur Usada yang berupa Lontar-Lontar Usada yang jumlahnya cukup banyak. Lontar Usada yang ada di Bali isinya diperkirakan berasal dari pengetahuan pengobatan yang berasal dari India. Hal ini yang dilihat dari kata Usada yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Ausadhi. Perkembangan agama Hindu di Bali pada abad V diduga bersamaan dengan menyusupnya dan meresapnya Usada di masyarakat Bali karena adanya hubungan langsung antara Bali dan India pada saat pesatnya perkembangan pengobatan di India. Tidak dapat dipastikan secara tepat kapan Usada mulai muncul dan meluas di Bali, hanya dapat diperkirakan berdasarkan peninggalan prasasti yang tersebar di seluruh pelosok Bali (Nala, 1993:18). Hasil penelusuran pustaka terhadap ratusan bahan pustaka di Yayasan Kawi Sastra Mandala Singaraja, Terinvetarisir sebanyak 26 bahan pustaka yang terdiri atas 23 buah Lontar dan 3 buah buku yang mengandung Usada yaitu : Usada Taru Pramana, Usada Bodha Kecapi, UsadaYeh, Usada Rare, Usada Pengeraksa Jiwa, Usada Pamupug Guna-guna, Usada Netra, Usada Wong Agering, Usada Tua, Usada Mercu Kunda, Usada Wisnu Japa, Usada Pengawasan (Tatelik Jati), Usada Dharma Keeling, Usada Siwa Sampurna, Usada Tumbal, Usada Tiwas Punggung, Usada Aji Kreket, Usada Tetenger Tiwang, Usada Wraspati Kalpa, Usada Wisada, Usada Sari, Usada Lara Kamatus, Usada Kena Upas, dan Lontar usada lainnya (Siregar, Arinasa (Eds.). 2007: 72). Juga disebutkan hal yang mirip pada buku Usada Bali (Nala. 1993: 113)
Dari sekian jumlah Lontar Usada yang ada, yang paling populer dikalangan masyarakat Bali adalah Lontar Taru Pramana. Kata taru memiliki arti pohon dan Pramâna memiliki arti Kekuasaan, kedaulatan (wasisto. 1977:264). Secara harfiah dapat diartikan Taru Pramana adalah suatu pohon atau tumbuhan yang memiliki kekuatan sebagai obat. Namun saat ini sangat mengawatirkan, akan kebenaran tentang Taru Pramana digunakan dalam pengobatan tradisional Bali, cara pengunaan Taru Pramana dalam pengobatan tradisional Bali dan manfaat pengunaan taru pramana dalam pengobatan trasisional Bali. Kalau ditelusuri lebih lanjut bahwa Lontar Taru Pramana ini memiliki keunikan tertentu, merupakan dialog antara Mpu Kuturan dan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat. Dalam buku Usada Bali (Nala, 1993:212) Taru Pramanamemiliki khasiat yang digolongkan menjadi 3 golongan yakni golongan yang memiliki khasiat anget atau panas, dumelade atau sedang dan tis atau dingin. Untuk mengetahui golongan mana tumbuhan itu dapat dilihat dari bunga, buah, rasa dan bagian lainnya. Tumbuhan yang bunganya berwarna putih kuning hijau mempunyai khasiat anget atau panas. Tumbuhan yang berwarna merah atau biru termasuk golongan tis atau dingin dan yang berwarna beranekaragam termasuk golongan dumelage atau sedang. Sedangkan ditinjau dari rasa, tumbuhan yang tergolong angetatau panas yang memiliki rasa manis atau asam. Tumbuhan yang rasanya pait atau lalah atau pedas atau sepet termasuk golongan tis atau dingin. Obat minum pada umumnya terasa pait amat baik untuk sakit perut karena berkhasiat mendinginkan panas badan akibat panas dalam perut yang diolah berbentuk loloh atau jamu (Nala. 1994: 212).
Dalam pengobatan tradisional Bali yang bersumber dari lontar-lontar terutama Lontar Taru Pramana, yang tidak terlepas diperankan oleh Balian atau Tapakan atau Jero Dasaran. Kemampuan mengobati yang dimiliki oleh Balian yang diperoleh dengan berbagai cara. Tidak seperti dokter yang menempuh pendidikan formal untuk mendapatkan gelar Dokter, para Balianadalah pengobat tradisional yang mendapatkan keahlian berdasarkan tradisi, keturunan, taksu, pica dan dapat pula dari belajar dari orang yang telah menjadi Balian. Karena tidak adanya ijasah atau surat resmi sebagai Balian maka ada beberapa Balian yang tidak mau disebut sebagai Balian. Mereka hanya mau disebut sebagai penolong (mapitulung) bukan sebagai pengobat (Matatambanan) (Nala. 1993:113). Para pasien harus percaya sepenuhnya terhadap balian atau vaidhya, para vaidhya inilah yang menolong untuk menyembuhkan penyakitnya, yang membantu agar badan tetap sehat dan panjang usianya (Nala, 2001:4)