Memperdayakan Desa Pekraman Sebagai strategi mempertahankan Budaya

Banjar merupakan organisasi kemasyarakatan masyarakat tradisional Bali. Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat Indonesia modern. Sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mulanya dikenal dengan nama subak. Awalnya subak itu merupakan organisasi yang hanya mengatur masalah-masalah di sawah, berhubung masyarakat Bali saat itu sebagian besar mata pencahariannya bertani. Dalam subak ini diatur masalah pengairan, sehingga tidak ada masalah rebutan sumber air.
Seperti kita ketahui di setiap Banjar ada tempat umum yang diberi nama Balai Banjar. Di Balai Banjar inilah  tempat bermusyawarah untuk mengkomunikasikan, dalam mencari solusi dari masalah banjar setempat dan mendiskusikan rencana-rencana yang akan dilaksanakan oleh banjar tersebut.   Disamping itu fungsi lainnya sebagai tempat pelaksanaan Tajen atau Branangan. Dalam ritual tabuh rah yang lazim diadakan berkaitan dengan upacara agama. Tabuh berarti mencecerkan dan rah adalah darah. Pelaksanaan tajen dalam tabuh rah dianggap sebagai bagian dari rangkaian pelaksanaan upacara sehingga pelaksanaannya tidak dilarang. Namun lambat laun budaya ritual tabuh rah ini, menjadi suatu ajang judi yang kita kenal dengan sebutan tajen.  Yang berasal dari kata tajian, karena setiap kaki kiri ayam aduan selalu dipasangi taji.  Dipasangi taji dengan tujuan untuk menentukan mana ayam yang menang dan kalah. Pada dasarnya soal menang dan kalah bukan hal terpenting. Yang utama, mendapat hiburan.
Berbeda dengan tajen atau branangan yang bisa disebut pelalian (bermain), karena rata-rata yang terlibat lebih mengutamakan berjudi, bahkan sampai lupa diri. Kenyataan ini terbukti ada perkara rumah tangga yang cekcok /pertengkaran yang disebabkan uang yang semestinya diperuntukkan membeli sarana upakara dan urunan banjar dipakai judi tajen, Uang belanja keluarga diludeskan untuk bersenang-senang di arena tajen. Dengan harapan uang tersebut bertambah banyak, namun kenyataannya menjadi berkurang alias kalah. Tiap kegiatan tajen yang diadakan kelompok masyarakat biasanya melibatkan beragam kalangan. Ada dua pihak yang bertaruh. Kedua belah pihak tersebut otomatis menghasilkan yang satu pihak yang kalah taruhan, sedangkan pihak lain sebagai pemenang judi. Kantong si penjudi tajen yang kalah memang terkuras. Namun, urusannya bukan hanya uang si penjudi ludes di arena tajen. Efeknya, berantai ke masalah keluarga si pelaku judi tajen. Keluarganya, terutama istri dan anak, harus menanggung akibat permainan adu ayam tersebut. Sehingga pada saat harus membayar iuran banjar, mereka menjadi panic mencari pinjaman. Sehingga terjadilah pertengkaran diantara suami dan istri. Celakanya lagi, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan justru berpotensi mengguncangkan keharmonisan kehidupan suami-istri, otomatis nasib keluarga ini berada di ambang kehancuran. Penggemar judi tajen konon acap menguras isi kantong istrinya untuk bisa menikmati permainan sabung ayam ini.. Hasil keringat keluarganya untuk membiayai pendidikan anak pun tidak jarang ikut jadi sasaran empuk si penjudi.
Judi tajen menyebabkan terjadinya kemiskinan, yang mana waktu mereka terbuang untuk pergi tajen, banyak para mania tajen lupa menjalankan suadarmanya sehingga penghasilannya menjadi berkurang. Tajen merupakan ajang judi. Maka dengan ada larangan pemerintah terhadap segala bentuk perjudian di tahun 1981, tajen tak lagi bertempat di wantilan. “Adu jotos” ayam jago pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rerimbunan kebun kopi, ladang jagung, tumpukan jerami usai panen, bahkan … sudut pekuburan.
Segala bentuk perjudian dilarang agama, Telah ditentukan bahwa pelaksanaan tabuh rah dalam bhuta yadnya. Pertama, tabuh rah dilaksanakan dengan penyambleh, disertai upakara yadnya. Kedua, Tabuh Rah dalam bentuk perang sata merupakan suatu dresta yang berlaku di masyarakat yang pelaksaannya boleh diganti dengan penyambleh. Kemudian, mengenai persyaratan perang sata ditentukan, pertama, ada pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya (Caru Panca Kelud, Rsi Ghana, Balik Sumpah, Tawur Agung, Tawur Labuh Gentuh, Tawur Panca Wali Krama, Tawur Eka Dasa Rudra). Kedua, Pelaksanaannya di tempat upacara. Ketiga, diiringi adu tingkih, adu pangi, adu taluh, adu kelapa, andel-andel serta upakara-nya. Keempat, pelaksananya sang yajamana. Kelima, Tiga parahatan (sahet) tanpa taruhan. ” Dan yang terakhir atau kelima menyebutkan, jika dilaksanakan dengan cara menyimpang dari ketentuan tersebut dianggap penyimpangan.
Jadi kesimpulannya, Jika didalamnya ditemukan unsur judi sudah menjadi kewenangan kepolisian untuk melakukan penangkapan. Dikenai pasal 303 KUHP, bisa dipenjara 5 tahun.  Untuk itu mari kita dukung peraturan pemerintah tentang pengapusan segala bentuk perjudian dimasyarakat, karena kita telah mengetahui memang banyak dampak negatifnya. Mari kita perkuat kesatuan dan kesejahteraan mulai dari diri sendiri, keluarga dan dilingkungan masyarakat kita. Jangan sampai ada keluarga, teman kita yang terkena pasal tersebut karena bermain yang berjenis judi (judi kartu, judi ceki, togel dan lain sebagainya).